Juan Rubio dicintai Aremania meski pernah memperkuat Persma Manado, Gelora Putra Delta (sekarang Deltras) maupun PSDS Deli Serdang. Di Indonesia sebagian besar penggemar sepakbola Indonesia mengenal Juan Rubio sebagai mantan pemain asing Arema. Ia tidak hanya memperkaya lini belakang Arema dengan wibawa dan ketangguhannya tapi juga mengajarkan kepada Aremania bagaimana menjadi suporter sepakbola yang sebenarnya.
Juan Rubio membawakan chants gubahan lagu dari laga yang biasa dibawakan para suporter di Chile untuk mendukung timnya. Gubahan berlirik "Ayo Ayo Arema.. Sore Ini Kita Harus Menang" populer di kalangan Aremania, dipakai sejak sekitar tahun 1998 hingga sekarang. Begitu populernya gubahan ini sampai menyebar hingga pelosok nusantara dan dinyanyikan juga oleh kelompok suporter lainnya.
Lain lagi dengan Rodrigo Araya. Memperkuat Arema sejak tahun 1999, Araya (panggilan akrabnya) dikenal sebagai legenda Arema. Total Araya bermain dengan Arema selama 1,5 musim. Selama 1,5 musim itu ia merekatkan kenangan manis di hati Aremania. Di Arema ia dikenal dengan tendangan dan umpannya yang terukur dan memanjakan kompatriotnya, Pacho Rubio.
Three Musketer, Paco-Araya-Juan Rubio
Kepergian Araya ke Persijatim di tahun 2001 tidak melucuti cinta Aremania kepadanya. Bahkan ketika Araya comeback ke markas Singo Edan cinta Aremania kepadanya tidak hilang sedikitpun. Ia masih dipandang sebagai keluarga besar Arema dan yang turut membesarkan klub kebanggan Aremania ini hingga ke Senayan.Sayup-sayup petikan lagu Sorak-Sorak Aremania yang menginginkan klub pujaannya melaju ke Senayan bukan lagi sebuah impian semu. Lewat Araya dan Juan Rubio mimpi itu akhirnya terlaksana. Sejak Arema berkiprah di kompetisi Galatama jarang sekali tim ini bermain di Senayan sebagai sebuah tim. Paling banter ada beberapa pemainnya yang ikut memperkuat Timnas dan merasakan rumput Senayan.
Ketika Arema juara Galatama dan lolos ke babak 12 besar di tahun 1997, tidak sekalipun tim yang awalnya pernah latihan di Lapangan Sampo ini merasakan empuknya rumput di Senayan.
Asa itu ada setahun sejak Rodrigo Araya memperkuat Arema. Dengan diiringi lebih dari 10 ribu Aremania, skuad Arema bermain heroik dengan mengalahkan Persija Jakarta (2-1), seri melawan Persikota (1-1). Sayangnya langkah Arema terhenti setelah menelan kekalahan telak melawan Pelita Jaya Solo.
Dalam catatan saya, tidak banyak pemain asing yang pernah memperkuat Arema di dekade 90an. Selain nama diatas masih ada J.C. Moreno dan Nelson Leon Sanchez yang pernah memperkuat Arema di musim 1996/1997. Nelson Leon Sanchez sedikitnya mencetak 4 gol bersama Arema di babak penyisihan dan mengantar Arema sampai ke babak 12 besar. J.C. Moreno berperan sebagai gelandang tengah di Arema. Satu lagi kompatriotnya, Juan Rubio melengkapi daftar Trio Chile yang bermain di Arema pertama kali.
Selain nama diatas masih terdapat sedikitnya 3 nama yang menjadi pemain asing Arema. Namun keberadaan mereka cenderung 'minor' karena hanya dikontrak beberapa pertandingan saja.
Marcelo mengawali barisan pemain asing Arema ketika memperkuat Arema di tahun 1995. Ia hanya memperkuat Arema selama beberapa pertandingan. Dengan skill yang cenderung setara dengan pemain lokal membuat Marcelo hanya dipakai sebentar di Arema. Selepas kepergian Marcelo tidak ada satupun pemain asing yang menggantikannya. Bisa dibilang di musim 1994/1995 Arema mengandalkan materi pemain lokal.
Dua nama pemain asing lain yang pernah memperkuat Arema adalah Peter McBride dan Alex Stiokos. Catatan berita di harian Bhirawa di tahun 1995 keduanya bermain bersama Arema di awal Liga Indonesia II 1995/1996. Bahkan dalam ingatan saya mereka bermain bersama Arema kurang dari 4 pertandingan saja! Alex yang berasal dari Australia bermain di posisi defender. Sayangnya debutnya bersama Arema berjalan kurang manis dan ia terlihat kaku.
Setali tiga uang, kompatriotnya juga kurang memberikan andil dalam prestasi Arema. Agaknya di dua musim pertama Arema mengikuti kompetisi Liga Indonesia, 99% prestasi Arema menggantungkan harapan kepada pemain lokalnya.
Ada pertanyaan kenapa Arema tidak sekalipun mengontrak pemain asing secara penuh di dua musim awal Liga Indonesia itu. Selain alasan teknis berupa skill juga bergantung kepada kemampuan dana Arema.
Arema bukanlah klub yang bertabur uang. Tim besar dengan modal pengusaha sukses seperti Pelita Jaya dan Gelora Dewata serta Persebaya yang menggunakan APBD leluasa untuk menggelontorkan uang untuk mengontrak pemain mahal. Pelita Jaya sukses mendapatkan tanda-tangan Roger Milla yang beberapa kali memperkuat Kamerun di Piala Dunia, Gelora Dewata dengan Afonso Abel Campos dan Vata Matanu Garcia, serta Persebaya dengan beberapa pemain Yugoslavia seperti Antonic Dejan, Nadoveza Branko, dan lainnya.
Dana minim harus disiasati Arema secara pintar. Ada anekdot kehadiran pemain asing untuk mendongkrak jumlah penonton. Sejauh ini memang tidak ada data yang jelas mengenai pengaruh kehadiran pemain asing dengan jumlah penonton di pertandingan Arema.
Tanpa mengecilkan arti dan peran pemain asing yang pernah bermain di Arema anggapan ini bisa jadi salah. Ketika Marcelo bermain dengan Arema menghadapi PSIM Yogyakarta di Stadion Gajayana jumlah penonton Arema berkutat di angka 9000 orang saja. Begitu juga ketika Peter dan Alex mengawali debut di awal Liga Indonesia II juga paling banter dihadiri sekitar 9000 an orang. Jumlah penonton ini adalah yang seringkali di dapat oleh Arema ketika itu.
Mungkin berbeda ketika Trio Chile sejak era Juan Rubio dan Pacho hadir di Arema. Prestasi yang menanjak naik dan lahirnya Aremania turut menambah jumlah penonton dan pendapatan Arema.
Di satu sisi kehadiran pemain asing seperti menambah gengsi klub ketika bertanding ataupun dihadapan suporternya. Namun kehadiran pemain asing seperti Juan Rubio, J.C. Moreno dan lainnya bukanlah sekedar pelengkap puzzle yang sebelumnya hilang, tapi kehadiran mereka ibarat penunjuk jalan untuk berprestasi. Dan Tuhan memang menunjukkan jalannya untuk kita.
(post-original:http://wearemania.net/aremania-voice/nostalgia-sepakbola-malang-di-tahun-90an-4)