Mungkin saya sedikit 'iri' dengan rekan saya Sam Gimen, Aremania yang tinggal di Pejaten. Dia sudah mengenal Arema ketika bertanding pertama kali sebagai tim baru melawan juara dari Korea - FC Hallelujah. Meski pahit dimana hasil akhir Arema menelan kekalahan telak dan dicaci maki penonton tidak membuatnya kapok. Entah kebetulan atau tidak, salah satu pemain FC Hallelujah yang bertanding di hari itu akhirnya pernah bermain di Arema, Han Yong Kuk.
Saya teringat ketika Arema menginjakkan kaki di Stadion Gajayana setelah renovasi pada tahun 1992. Bersamaan dengan berakhir kompetisi Galatama Arema diwajibkan untuk membentuk tim untuk mengikuti putaran kompetisi berikutnya. Jadilah Arema melakukan proses rekruitmen dengan jalan seleksi pemain.
Barisan pemain yang bermaterikan gabungan pemain senior dan junior menyebar di Arema. Mecky Tata, Singgih Pitono berada dalam kondisi matang dan didampingi sederet pemain muda seperti Aji Santoso (22 tahun), Kuncoro, dan Mahmudiana. Sektor kiper dipercayakan kepada Nanang Hidayat, Sukriyan dan Yanuar Hermansyah(nama terakhir pernah menjadi asisten pelatih Arema musim lalu).
Joko Susilo Yang Mencetak Gol Untuk Arema
Masih belum cukup, proses seleksi akhirnya mendapatkan tambahan pemain seperti Agus Yuwono (dari Persema) yang akhirnya pernah merasakan karir sebagai pemain Timnas dan bintang iklan (pernah muncul iklannya pada tahun 1994-1995 dengan Agus Yuwono memamerkan tendangan salto sebagai salah satu scene dari iklan yang dibintanginya).Yang menarik kondisi stadion gajayana ketika tim Arema (dan Persema) melakukan seleksi ketika itu masih belum selesai proses renovasinya. Meski lapangan sepakbola sudah ada dan belum lama dipasang gawang dan 'dikapuri' sudah dipakai kedua klub untuk menggelar seleksi. Tak heran kondisi tribun stadion masih terdapat banyak material yang belum dibereskan.
Meski 'risih' ratusan penonton masih setia menunggu proses seleksi Arema sambil melihat calon jagoan yang akan beraksi membela tim kebanggaannya. Sesekali terdengar celetukan kencang 'Coret', 'Buang', dan sejenisnya jika penonton yang hadir menganggap pemain yang bersangkutan memiliki skill dibawah rata-rata atau dipandang kurang layak membela klub Arema.
Di era kepemimpinan Ir. Lucky Acub Zaenal(Sam Ikul) posisi Arema benar-benar sebagai klub yang mandiri. Background Sam Ikul yang bukanlah seorang pengusaha membuat Arema bukanlah tim yang diperhitungkan sebagai klub yang 'miskin' urusan dana. Di masa itu Arema harus bersaing dengan Arseto Solo yang dibekingi Sigit Harjojudanto(anggota keluarga Cendana), Pelita Jaya dengan dukungan Nirwan D. Bakrie, Pupuk Kaltim dan Petrokimia Putra dengan dukungan dana dari perusahaan besar berskala BUMN, dan sebagainya.
Mengingat Arema bukanlah tim yang mumpuni masalah dana, proses seleksi pemain kerap menghasilkan pemain 'seadanya'. Namun tidak ada yang jauh lebih mengasyikkan selain melihat barisan pemain seleksi Arema selain bertanya-tanya nama pemain 'baru' yang sedang mengikuti seleksi pemain Arema.
Kata baru disini bukanlah menunjukkan bahwa pemain yang dimaksud adalah pemain yang wajah/namanya familiar namun baru seleksi di klub Arema. Seringkali kata baru disini merujuk pada bahwa pemain yang sedang melakukan seleksi di Arema adalah pemain yang belum pernah bertanding di Galatama. Seringkali pemain yang dimaksud adalah hasil 'blusukan' manajemen Arema yang blusukan ke daerah-daerah atau dengan menariknya dari kompetisi internal Persema.
Istilah pemain yang dimaksud diatas sekarang ini familiar dengan nama pemain debutan atau rookie. Singgih Pitono ditemukan manajemen Arema ketika blusukan ke penjuru Jawa timur untuk mencari pemain berbakat. Beberapa tahun sesudahnya Arema masih melakukan hal demikian dan menemukan bakat terpendam pada Agung Prasetyo(Ligina 1999), Wawan Widiantoro(Ligina 2001), dan sebagainya.
Ada kalanya juga pemain seleksi Arema berasal dari kompetisi internal Persema. Di masa itu Persema rajin menggelar kompetisi internal dengan peserta berjumlah puluhan tim yang terbagi ke dalam beberapa divisi. Setiap musim digelar kompetisi dan masing-masing klub pada suatu divisi bisa bertanding sekitar 20 pertandingan semusimnya. Di masa itu inilah cara terbaik untuk menggelar kompetisi berjenjang tanpa direpotkan urusan birokrasi politik.
Banyak klub internal Persema yang menyumbangkan pemainnya ke Arema. Kuncoro adalah jebolan PS Kakimas, nama lainnya adalah Aji Santoso. Sampai sekarang kompetisi internal Persema kerap menyajikan pemain berbakat untuk Arema maupun tim nasional, diantaranya Ahmad Bustomi dan Arif Suyono(sekarang memperkuat Sriwijaya FC).
Banyak momen menarik ketika Arema menggelar seleksi pemain seperti misalnya kostum pemain yang mengikuti seleksi tampak 'berwarna-warni'. Kadangkala saya menyaksikan ada seorang pemain menggunakan kostum berwarna biru tua khas Arema, namun ada pemain lain yang menggunakan kostum tim luar negeri seperti AC Milan, Juventus, ataupun kostum Tim Nasional seperti Argentina. Bahkan ada juga pemain yang menggunakan kostum 'tanpa merk' alias tidak terdapat logo/keterangan klub/tim mana dari kostum tersebut.
Di klub 'sebesar' Arema di tahun 90an jarang sekali terdengar pemain bintang mengikuti seleksi bersama Arema. Jika terdapat pemain yang familiar dikenal publik namun mengikuti seleksi di Arema biasanya mereka mengaku hanya sekedar mencari keringat atau menunggu negosiasi harga. Namun, banyak sekali pemain 'buruan' atau yang diharapkan oleh suporter tersebut lepas dari genggaman karena ketidakcocokan harga dengan manajemen Arema.
Maklum ketika itu dana Arema untuk mengontrak pemain serba terbatas, jadilah Arema kerap mendapatkan pemain 'sisa'. Namun barisan pemain yang dijuluki sebagai pemain kelas dua inilah kerap terlihat sosok-sosok yang menjelma sebagai pemain bintang.
Aji Santoso adalah pemain didikan Arema yang menjelma sebagai pemin bintang. Ia ikut dalam barisan skuad Timnas ketika meraih Medali Emas Sea Games 1991 di Filipina. Agus Yuwono pernah mengikuti seleksi Timnas di tahun 1994-1996, Singgih Pitono selain meraih 2 kali gelar top skorer Arema juga pernah mengikuti seleksi Timnas bersama eks pemain PSSI Primavera dan ditambah lagi banyak pemain lainnya.
Sampai kini Arema masih rajin mengirimkan pemainnya ke Timnas. Hanya untuk urusan seleksi sudah terlihat jauh perbedaannya. Jika di tahun 90an seringkali digelar seleksi yang berskala masif karena melibatkan seratusan pemain yang diseleksi, kini seleksi tim lebih 'eksklusif' karena hanya melibatkan beberapa pemain saja.
Barangkali kita tidak bisa memperkirakan betapa puyengnya pelatih Arema seperti Gusnul Yakin, M. Basri, Suharno dan lainnya ketika menyeleksi ratusan pemain untuk dipilih sekitar 20an pemain saja. Terlalu banyaknya pemain yang diseleksi juga menyulitkan pelatih untuk memantau potensi masing-masing pemain. Dengan jumlah personel kepelatihan yang berkisar 3-4 orang seringkali hanya memiliki waktu efektif beberapa hari saja untukmenyeleksi pemain.
Kendala lainnya adalah kedatangan pemain seleksi tidaklah selalu serempak. Seringkali ketika tim pelatih Arema menyelesaikan seleksi tahap pertama dengan membuang puluhan pemain, besoknya datang lagi sekitar 5, atau bahkan 10 pemain baru untuk diseleksi.
Mungkin Miroslav Janu ataupun Robert Albert akan tersenyum melihat kondisi sepakbola Indonesia belasan tahun silam. Namun bagi Joko 'gethuk' Susilo dan Dwi Sasmianto yang sekarang berada di Arema bisa jadi masa itu adalah nostalgia bagi mereka karena pernah mengikuti seleksi bersama klub Arema di masa itu. (Muaddib)
Bersambung :::...
(post original : http://wearemania.net/aremania-voice/nostalgia-sepakbola-malang-di-tahun-90an-1)