Diposkan oleh AREMA_KITA : 03 February 2011

Arema Indonesia dan LPI - Side Story : The Untold Fact

Salam Satu Jiwa

MALANG
Tahukah Anda arti dari pendapatan tiket penonton bagi Arema Indonesia ? Tentu saja sangat berarti sekali bagi Arema. Sebagai informasi saja, harga tiket di Stadion Kanjuruhan dalam 5 tahun terakhir telah melonjak 100%. Bahkan untuk tribun ekonomi kelonjakan harga tiket sampai hampir 125% dalam kurun waktu yang sama. Meski jumlah tiket yang dijual Panpel telah mengalami penurunan yang signifikan dalam kurun 5 tahun ini, tapi pendapatan kotor yang diraih Panpel Arema juga mengalami kelonjakan dua kali lipat dalam waktu yang sama pula.

Sejarah mencatat ketika Sam Ikul masih mengelola Arema pernah mencatat pendapatan tiket sebesar 125 juta rupiah ketika Arema menjamu Pelita Jaya di Stadion Gajayana pada 1999. Berselang sekitar 10 tahun kemudian, untuk pertama kalinya Arema mendapat pemasukan kotor hingga hampir 10 kali lipatnya ? Partai derby Arema melawan Persema pada Januari 2010 mencatat pendapatan tiket tertinggi di Liga Indonesia dengan pendapatan kotor sekitar 1M sebelum dipecahkan oleh partai Persija melawan Arema di Gelora Bung Karno, 31 Mei 2010. Di Indonesia hanya di Arema yang memiliki sumber pendapatan tertinggi yang berasal dari tiket penonton untuk setiap musimnya. Total di laga ISL saja (16 pertandingan) Arema meraup pendapatan kotor hampir 12 Miliar rupiah atau hampir 750 juta rupiah di setiap pertandingan.

Data diatas hanya bersumber pada laga ISL saja, sementara di laga Piala Indonesia (PI) 2010, Arema berhasil mendatangkan penonton sebanyak 23.862 di tiap pertandingan untuk 6 pertandingan di babak 32 dan 16 besar. Dari hasil 6 laga itu disinyalir Panpel Arema mendapatkan pemasukan kotor rata-rata hampir 400 juta rupiah (belum dipotong operasional pertandingan, pajak, akomodasi tim tamu, bonus pemain, dsb). Menurut sebuah sumber pemasukan Arema dari sektor tiket PI 2010 mencapai sekitar 2,3 M, ditambah hasil laga melawan Persib Bandung di perempat final maka Arema mampu mengantongi sekitar 3 M secara kotor dari sektor tiket.

Angka 3 Miliar rupiah diatas berasal dari 7 pertandingan saja! Bandingkan dengan banyaknya tim ISL lain di musim 2009/2010 yang baru bisa mendapatkan hasil kotor tersebut setelah melakoni belasan laga di ISL musim kemarin. Namun, pemasukan Arema dari Piala Indonesia tidak cukup hanya sampai disitu saja, masih ada pos pemasukan lain yang cukup misalnya bersumber dari uang hadiah. Diantaranya :

1. Matchfee Babak 32 Besar (3 * Rp 25juta rupiah) = Rp 75 juta rupiah
2. Matchfee Babak 16 Besar (3 * Rp 40juta rupiah) = Rp 120 juta rupiah
3. Matchfee Babak 8 Besar (Rp 50juta + Rp 10juta) = Rp 60 juta rupiah
4. Hadiah Runner Up PI 2010 = Rp 500juta rupiah
--------------------------------------------------------------------------- +
Total = Rp755 juta rupiah

Ket:
* Matchfee Babak 32 Besar adalah untuk setiap kali menang dihargai 25 juta rupiah
* Matchfee Babak 16 Besar adalah untuk setiap kali menang dihargai 40 juta rupiah
* Matchfee Babak 8 Besar adalah untuk setiap kali menang dan kalah dihargai 25 juta dan 10 juta rupiah
* Belum dipotong pajak 15%

Digabungkan dengan beberapa point total Arema mendapatkan pemasukan Rp 2,755 Miliar rupiah dari dua ajang yang diselenggarakan PSSI. Belum ditambah keuntungan teknis dan nonteknis lainnya baik yang bernilai materiil (merchandise yang tetap terjual meski kompetisi ISL selesai namun PI tetap berputar) maupun tidak.

Melanjutkan point tentang pendapatan yang saya sempat singgung diawal artikel ini, ada beberapa temuan menarik tentang potensi Arema ketika mengikuti LPI. Saya singgung beberapa diantaranya sebagai berikut:


A. Arti 25% Laga Home Arema

Tahukah Anda bahwa di awal launching LPI mengumumkan beberapa konsep penting didalam penyelenggaraan kompetisi LPI diantaranya sharing sponsor klub dimana 75 persen untuk klub dan 25 persen dibagi ke semua kontestan LPI seperti yang diutarakan Yon Moeis, inisiator LPI dan pengaturan pembagian hasil atas pendapatan pertandingan yang didapat dari sponsor lokal, hak siar dan tiket dengan pembagian, 75 persen dari pendapatan yang diperoleh untuk klub sedangkan tim tamu mendapatkan 25 persen berdasarkan informasi Arya Abhiseka, GM Bidang Liga LPI.

Aturan diatas termasuk baru untuk diterapkan di kompetisi sepakbola Indonesia. Bahkan di era Liga Indonesia dan ISL pun PSSI tidak pernah menggunakan metode seperti ini. Sekilas metode ini bagus untuk mengatrol klub-klub yang baru berdiri dan sedang mencari dukungan suporter untuk bisa maju, namun disisi lain aturan yang cenderung berbau "sosialis" ini bisa menjadi bumerang. Terutama klub-klub yang memiliki basis pendapatan besar dari sektor tiket dan sponsor klub. Pertanyaannya apakah Arema diuntungkan dengan adanya aturan diatas ketika mengikuti LPI ?

Tiket pertandingan
Total Arema mendapatkan angka hampir 12 Miliar rupiah ketika melakoni laga ISL musim kemarin. Jika Arema mengikuti LPI mendapatkan jumlah penghasilan tiket yang sama meski melakoni 19 pertandingan kandang (Arema menjadi tim ke-20) maka besaran sharing yang harus dikeluarkan Arema untuk dibagikan kepada klub adalah :
a. Jika sharing berdasarkan penghasilan kotor tiket : 25% x Rp 12 Miliar = Rp 3 Miliar
b. Jika sharing berdasarkan penghasilan bersih tiket : 25% x Rp 7 Miliar = Rp 1,75 Miliar

Artinya besaran "sumbangan" yang dikeluarkan oleh Arema untuk dibagikan kepada klub lain sebesar Rp 1,75 - 3 Miliar rupiah. Sebaliknya berapakah yang bakal didapat Arema dari klub lainnya dengan menggunakan perhitungan serupa diatas ? Ingat juga bahwa sebagian besar klub yang mengikuti LPI adalah klub baru dan sedang membangun image dan potensi dari suporter. Bahkan klub-klub "sempalan" dari ISL dan Divisi Utama musim ini memiliki jumlah pendapatan dari sektor tiket yang jauh dibawah Arema Indonesia FC.

Total penonton ISL musim lalu :
- Arema 473.626 (rata-rata 29.601 penonton dari 16 pertandingan, minus laga lawan Persib)
- Persebaya 245.510 (rata-rata 14.401 penonton dari 17 pertandingan)
- PSM 171.388 (rata-rata 10.082 penonton dari 17 pertandingan)
- Persema 105.923 (rata-rata 6.231 penonton dari 17 pertandingan)

Sedangkan satu klub yang baru bergabung musim ini yaitu Persibo hanya memiliki rataan penonton sejumlah 5.365 penonton. Kemudian data diatas belum dihitung dari perbedaan besarnya harga tiket dari masing-masing klub. Misalnya saja Panpel Arema mematok harga tiket ekonomi sebesar 25 ribu rupiah di tiap pertandingannya, sedangkan saudara mudanya Persema mematok harga 15 ribu rupiah, belum di kelas tiket lainnya seperti VIP dan VVIP. Perbedaan besarnya harga tiket ini akan sangat berpengaruh sekali terhadap pendapatan klub disamping banyaknya jumlah tiket yang terjual.

Artinya sangat kemungkinan terjadi bahwa jika Arema mengikuti LPI musim ini pendapatan Arema akan banyak tereduksi dengan adanya aturan sharing tersebut. Apalagi dalam beberapa pertandingan awal LPI banyak sekali partai-partai yang memiliki jumlah penonton dibawah 5000 meski harga tiket relatif sama dengan daerah lainnya. Panitia Pertandingan beberapa klub sendiri bukannya tidak lepas tangan begitu saja, diantara mereka ada yang sudah berusaha melakukan berbagai langkah promosi termasuk menebar beberapa ribu tiket gratis atau menyelenggarakan diskon untuk memancing animo penonton. Namun ternyata hasil berkata lain dan sangat tidak mudah menjaring penonton. Banyak sedikitnya penonton yang hadir ke stadion bergantung pada banyak faktor, diantaranya :

1. Bigmatch atau tidaknya suatu pertandingan dengan memperhitungkan kualitas calon lawan
2. Banyaknya suporter tamu yang hadir ke stadion
3. Demograsi dan populasi penduduk di suatu daerah
4. Kualitas dan kinerja Panpel beserta promosi pertandingannya.
5. Cuaca
6. Infrastruktur stadion
7. Prestasi sebuah klub
8. Ikatan emosional klub dengan pendukungnya yang didasarkan oleh faktor fanatisme, kultur, dsb.
9. Faktor keamanan berikut potensi ricuh atau tidaknya suatu pertandingan.
10.Regulasi liga beserta jadwal kompetisinya. Dan sebagainya.

Laga Persebaya - Arema : Rekor Stadion Tambaksari
AREMANIA MALANG
Jika akhirnya harus berasumsi perkiraan kerugian/keuntungan dari dampak aturan tersebut maka kalau boleh berasumsi perkiraan saya prosentase pemasukan tiket rata-rata dari masing-masing klub LPI sekitar 60% dari besaran pemasukan Arema dari laga kandang musim lalu sekitar 750 juta rupiah. Dari jumlah tersebut kemungkinan hanya laga home dari klub Persebaya 1927 yang bakal memiliki pemasukan diatas rata-rata kontestan LPI lainnya. Dengan memakai Stadion Gelora 10 November, Persebaya dapat menjual maks 29.000 tiket, dan Gelora Bung Tomo(sekitar 50.000 tiket untuk beberapa partai) saja, bahkan klub "sempalan" ISL seperti Persibo yang didukung Boromania hanya menjual tiket sekitar 8800 tiket di setiap pertandingannya.

Selain itu asumsi utama yang saya pergunakan adalah harga tiket yang dijual oleh Panpel Arema seringkali lebih tinggi dibanding klub lainnya (mis. Di Stadion Kanjuruhan tiket ekonomi dijual seharga 25ribu rupiah, di Stadion Gajayana 15ribu rupiah dan Stadion Gelora 10 November 20ribu rupiah) dan kemudian diantara masing-masing kontestan LPI hanya Persebaya 1927 (Gelora Bung Tomo) yang memiliki jumlah stadion dengan kapasitas yang lebih tinggi dibandingkan Stadion Kanjuruhan yang biasa dipakai Arema. Dengan melihat data dan fakta diatas rasanya wajar jika saya mengambil angka moderat sebesar 60% dari angka 750 juta rupiah tersebut atau sebesar 450 juta rupiah (kotor). Anggap saja masing-masing pertandingan membutuhkan biaya operasional dan pajak sekitar 150 juta rupiah maka perkiraan pendapatan bersih yang didapat klub sebesar 300 juta rupiah.

Dengan data diatas maka perkiraan pendapatan yang diterima Arema jika mengikuti LPI dan bertandang ke klub kontestan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara:

a. Perhitungan dari pendapatan bersih tuan rumah :
25% x 300juta rupiah x 19 = 1,425 Miliar rupiah
b. Perhitungan dari pendapatan kotor tuan rumah :
25% x 450juta rupiah x 19 = 2,138 Miliar rupiah

Artinya, keuntungan (Kerugian) yang diterima oleh Arema dari aturan sharing 25% tiket pertandingan :
Bersih : 1,425 Miliar rupiah - 1,75Miliar rupiah = 325 juta rupiah (rugi)
Kotor : 2,138 Miliar rupiah - 3 Miliar rupiah = 862 juta rupiah (rugi)

Kesimpulannya kerugian Arema yang bakal ditanggung oleh Arema dari aturan tersebut adalah 325 - 862 juta rupiah


B. Arti 25% Nilai Sponsorship Arema

Sama seperti point A diatas, Yon Moeis seorang wartawan senior yang lama berkutat di olahraga Indonesia dan sekarang menjadi inisiator LPI memberikan informasi bahwa konsep LPI memiliki beberapa point penting lainnya yaitu sharing sponsor klub dimana 75 persen untuk klub dan 25 persen dibagi ke semua kontestan LPI. Pertanyaannya, aturan seperti ini menguntungkan Arema atau tidak ?

Mayoritas klub-klub yang bertanding di LPI adalah klub-klub baru dan sampai dengan saat ini belum memiliki sponsor klub tersendiri. Praktis pendanaan tim berasal dari share loan dari Konsorsium LPI yang bakal dikembalikan ketika tim dalam keadaan untung (kapan ?), kompensasi hak siar TV, sponsorship kompetisi, tiket pertandingan dan hasil sharing 25%nya. Sejauh ini memang belum ada klarifikasi resmi dari pihak LPI mengenai pelaksanaan konsep sharing sponsorship 25% tersebut. Abi Hasantoso yang dihubungi rekan saya, Sam Abi lewat sebuah wawancara di Malang menjadi tidak tahu mengenai hal ini dan berjanji akan melakukan crosscek lebih lanjut. Termasuk juga mekanisme teknis dari sharing sponsor klub apakah hanya ditekankan kepada sponsor yang terpampang di jersey pemain ataukah juga sponsor yang tercantum di Aboard dan umbul di tiap pertandingan.

Dari 19 klub yang mengikuti LPI, praktis hanya terdapat PSM Makassar yang mendapat sponsor dari sebuah produk semen di Sulawesi Selatan yang telah beberapa tahun menghidupi klub asal Makassar tersebut. Beberapa klub yang sebelumnya berlaga di kompetisi PSSI seperti Persema dan Persibo hanya memiliki sponsor apparel, sementara Persebaya 1927 kehilangan salah satu sponsor dari produk biscuit asal Surabaya yang musim lalu sempat nampang di bagian dada jersey pemain. Sedangkan 15 klub baru lainnya praktis hanya menampilkan jersey "kosongan" di setiap pertandingan LPI sampai dengan saat ini.

Untuk sponsor yang diterima oleh PSM Makassar dari produk semen tersebut kabarnya mencapai 1,5-2 M ditambah uang 100 juta rupiah jika PSM memenangkan sebuah pertandingan di tiap laga LPI (Untuk artikel ini saya mengambil moderasi besaran sponsor yang diterima PSM sebesar 2 Miliar rupiah, sedangkan bonus setiap pertandingan murni untuk PSM sendiri).

Namun, untung atau tidaknya Arema jika harus mengikuti LPI tahun ini dapat kita hitung sebagai berikut:

a. Sponsorship Arema
Ijen Nirwana Residence 2,25 Miliar rupiah semusim (Rp 4,5M untuk 2 musim)
Honda(PT Mitra Pinasthika Mustika) 1,02Miliar rupiah semusim
Axis(sudah deal, menunggu launching) 1 Miliar rupiah semusim
------------------------------------------------------------------------------------------- +
Total 4,27 Miliar rupiah semusim
Yang harus dishare ke 19 klub lain : 0,25 x 4,27 Miliar rupiah = 1,0675 Miliar rupiah

Nilai bersih yang didapat oleh Arema dari sponsor = 4,27 - 1,0675 = 3,2025 Miliar rupiah

* Asumsi semua sponsor Arema menyetujui Arema pindah ke LPI.

b. Sponsorship Lokal Klub LPI
Sponsor PSM Makassar 2 Miliar rupiah semusim
------------------------------------------------------------------------------------------- +
Total 2 Miliar rupiah semusim
Yang harus dishare ke 19 klub lain : 0,25 x 2 Miliar rupiah = 0,5 Miliar rupiah

Nilai bersih yang didapat oleh Arema dari sponsor lokal klub LPI (untuk uang yang didapat Arema tentunya dengan menghilangkan besaran nilai 1,0675Miliar rupiah yang disetor Arema ke LPI) : 1/19 x 0,5 Miliar rupiah = 26,32 juta rupiah.

c. Keuntungan (Kerugian) yang diterima oleh Arema dari aturan sharing 25% sponsor lokal klub :
26,32 juta rupiah - 1067,5 juta rupiah = -1041,18 juta rupiah (rugi)

Dari perhitungan antara point A dan B, potensi kerugian yang harus ditanggung Arema dapat mencapai (1041,18 + 325juta rupiah) s/d (1041,18+862 juta rupiah) atau sebesar 1,366 - 1,903 Miliar rupiah.

Sebagai info saja jika setiap bulan Arema harus mengeluarkan uang sebesar 0,9-1 Miliar rupiah untuk menggaji pemainnya maka dengan angka 1,903 Miliar diatas Arema bisa menggunakannya untuk menggaji pemain selama 2 bulan. Data diatas belum saya singgung mengenai keberadaan sponsor dalam bentuk ABoard. Untuk 17 pertandingan saja Arema bisa mendatangkan sponsor ABoard sebesar 1,19 Miliar rupiah (minimal). Jika harus dikurangi sebesar 25 persennya saja berapakah yang harus ditanggung Arema dari aturan ini ? Tinggal ditambahkan saja hingga Arema berpotensi kehilangan sekitar 2,2 Miliar rupiah dari konsep aturan diatas.

Dengan beberapa point diatas apakah Arema diuntungkan apabila pindah ke LPI, terlebih lagi apakah Arema akan diuntungkan dengan adanya animo penonton yang membeludak seperti musim kemarin atau justru berkurang. Karena besaran animo penonton yang hadir di stadion juga turut mempengaruhi nilai ekonomis beberapa sektor lainnya seperti merchandise, kuliner, parkir, dsb. Artinya tidak hanya Arema saja yang diuntungkan dengan banyaknya penonton yang hadir di stadion tetapi juga masyarakat di sekitarnya. Terlebih Arema FC juga harus memperhitungkan nilai ekonomis yang didapat dari sektor merchandise lewat outlet resmi Arema FC berikut penjualan hangtag dan hologram resmi yang bakal diikutsertakan di merchandise. Jika dari sektor merchandise musim lalu Arema mampu meraup pemasukan diatas 700 juta rupiah untuk beberapa bulan bagaimana dengan ketika Arema bergabung ke LPI ? Meskipun Arema mendapatkan dana share loan konsorsium LPI tetapi alangkah bagusnya jika perjalanan Arema tidak bergantung kepada penyertaan modal/pinjaman. Sebisa mungkin Arema harus mendayagunakan potensi klub beserta suporternya. Karena masa depan klub profesional seperti Arema FC ditentukan dari implementasi dari potensi klub ditambah dengan dukungan suporternya.

Percayalah Arema sudah berpengalaman dan merasakan beberapa model penyertaan modal baik dalam bentuk sponsorship, CSR dari perusahaan internasional, tiket penonton, sumbangan pengusaha, dan lain sebagainya. Namun dari beberapa model penyertaan modal saya rasa yang bersumber pada dukungan suporter dan bisnis klublah yang terbaik karena menunjukkan potensi sebenarnya dari sebuah klub yang sulit dikalahkan dan dibanding beberapa penyertaan modal lain seperti subsidi seperti yang ditunjukkan oleh klub-klub yang mengandalkan APBD.


(penulis : oke sukoraharjo/sumber : wearmania.net)

Save and Share bila Berita ini menarik untuk berbagi dengan orang lain :

Tweet This ! Share On Facebook ! Share On Google Buzz ! Add To Del.icio.us ! Share On Digg ! Share On Reddit ! Share On LinkedIn ! Post To Blogger ! Share On StumbleUpon ! Share On Friend Feed ! Share On MySpace ! Share On Yahoo Buzz ! Share On Google Reader ! Google Bookmark ! Send An Email ! Lintas Berita !

ARTIKEL TERKAIT :

 
© 2016 Beranda | Indeks